Pengaturan selera makan pada ternak para ahli mengemukakan 4 teori yakni :
Teori pertama :
Dikemukakan oleh Brobeck, dkk, yakni teori Termostatik. Menurut Brobeck : hewan akan makan (lapar) untuk mencegah agar suhu tubuhnya tidak turun (hypothermia) dan berhenti makan (kenyang) untuk mencegah agar suhu tubuh tidak naik terus (hyperthermia). Panas yang timbul dari oksidasi makanan berperan sebagai pembawa berita kepusat syaraf (hypothalamus) untuk menyesuaikan konsumsi makanan.
Faktor-faktor yang mendukung teori ini adalah :
1. Pusat lapar dan pusat kenyang peka terhadap perubahan suhu
2. Suhu makan (selera makan) dalam lingkungan yang bersuhu tinggi cenderung menurun
3. Bahan makanan zat makan atau metabulit yang banyak memproduksi panas cenderung cepat menimbulkan rasa (sensasi) kenyang
4. Dalam lingkungan bersuhu tunggi laju sekresi hormon tiroksin yang dihasilkan oleh kelenjer tiroid cenderung menurun
Menurut Anderson dan Lersson (1961) yang disitasi oleh Toha Sutardi bahwa pemanasan daerah hipotalamus dekat pusat juga pada hewan percobaan (kambing) yang sengaja dilaporkan, bila daerah hypothalamus di dinginkan selera makan kambing akan bertambah.Demikian juga pada sapi yang makanannya terletak dalam sebuah tempat yang suhu lingkungannya sengaja di dinginkan, ternyata dapat merangsang nafsu (selera) makan dari sapi tersebut. Rendahnya selera makan dalam suhu lingkungan tinggi dapat berpengaruh buruk terhadap penampilan produksi ternak.Setiap hewan mempunyai suhu keritis rendah, di daerah tropis, penampilan produksinya tidak akan setinggi di daerah dingin yang dimaksud dengan suhu kritis adalah batas suhu terendah dari kisaran suhu termonetral.Pada ternak sapi suhu termonetral adalah 18 – 22 oC. pada domba yang dicukur bulunya 21 – 31 oC pada kambing 20 – 28 oC dan domba (secara umum) 21 – 25 oC.
Teori kedua :
Teori Chemostatic (Glukastatik) dikemukakan oleh Mayer (1952, 1955).Menyatakan bahwa metabolit dalam darah berperan sebagai pembawa rangsangan kepusat syaraf untuk mengatur selera makan (konsumsi makanan).Pada hipothalamus terdapat reseptor glukosa yang peka terhadap kadarglukosa darah, sehingga nafsu makan erat hubungannya dengan kadar glukosa darah.
Beberapa alasan Mayer untuk mengemukakan teori glukostatik :
1. Sebagian besar sumber energi dari bahan makanan adalah berasal dari karbohidrat, dan karbohidrat ini akhirnya dirombakmenjadi glukosa dalam tubuh ternak (dimetabolisasikan)
2. Cadangan glukosa dalam tubuh (dalam bentuk glikogen) yang pertama-tama dimanfaatkan bila tubuh kekurangan energi.
3. Semua sel-sel dalam tubuh mampu untuk memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi bagi tubuh
4. Glukosa merupakan regulator (pengatur) dalam metabolisme protein dan lemak
Teori glukostatik kurang dapat diterima oleh ahli nutrisi ruminansia karena:
1. Setelah makan kadar glukosa darah ruminansia tidak banyak berubah
2. Perbedaan kadar glukosa darah antara arteri dengan darah pada yang kurang dari 200 mikrogram/liter.Pemakaian glukosa oleh tenunan pada ruminansia amat kecil
2. Penyuntikan insulin kedalam darah hanya sedikit merubah kadar glukosa darah (kurang dari 200 mikrogram/liter)
3. Penambahan (infusi) glukosa kedalam darah tidak merubah selera makan pada ternak ruminansia
Teori ketiga
yakni teori Lipostatik yang dikemukakan oleh Batas Etamal (1955)
Menyatakan bahwa selera makan dipengaruhi oleh lemak tubuh (pool lemak tubuh mempunyai korelasi negatif dengan selera makan). Bila lemak tubuh terkurang (berkurang) maka selera makan akan naik. Dalam banyak kejadian teori lipostatik ini nampaknya dapat diterapkan pada ternak ruminansia.Misalnya : konsumsi makanan pada domba laktasi umumnya lebih tinggi dari pada domba kering (tidak menghasilkan susu).
Teori keempat:
yakni Teori Aminostatik, teori ini dikemukakan oleh Mellinkoff Menyatakan bahwa selera maka ditentukan oleh konsentrasi asam amino dalam plasma darah.Menurut teori ini konsumsi protein tinggi cepat menimbulkan sensasi kenyang karena konsumsi protein tinggi akan meningkatkan kadar asam amino dalam plasma darah (PAA), sehingga kenaikkan kadar PAA akan menurunkan selera makan.Teori ini kemudian diperbaiki oleh Happer (1964), yang menyatakan bahwa proses penurunan selera makan karena kenaikan kadar PAA hanyalah suatu proses adaptasi saja, karena kalau darah sudah jenuh dengan zat-zat makanan, maka bukan hanya PAA melainkan zat makanan lain ini juga dapat menurunkan selera makan.
Mekanisme Pengaturan Selera Makan :
Keterangan :
SDA : Specifik Dinamic Action
CNS : Central Nerves System
LK:Lemak
KH:Karbohidrat
Prot : Protein
Dengan adanya makanan dalam alat pencernaan, akan merangsang sekresi dari cairan pencernaan (gastro intetinal Juice).Bila tekanan osmotik tinggi maka kadar air dari digesta akan meningkat, sehingga dinding lambung (alat pencernaan) akan mengembang (distention).Zat-zat makanan berbentuk molekul kecil (asam amino, gula dan garam) cenderung untuk meningkatkan (meninggikan) tekanan osmotik, atau melekul kecil ini dapat meningkatkan Distensi darialat pencernaan (terutama lambung) oleh cairan atau gas, sehingga cepat menimbulkan sensasi kenyang.
Zat makanan murni (campuran asam amino atau gula) lebih cepat menimbulkan sensasi kenyang, dibandingkan dengan protein atau karbohidrat alami.Bagian-bagian otak yang ikut serta dalam pengaturan selera makan adalah:
1. Neo cortex : Peranannya secara fisiologis sulit untuk diterangkan.
2. Limbic System : Berperan sebagai pusat diskriminasi atau seleksi terhadap bahan makanan (pakan), jika pusat ini dirusak, maka selera makan ternak akan meningkat, akan tetapi peningatannya itu abnormal, yaitu ternak akan kehilangan kemampuan untuk membedakan jenis makanan yang dimakannya (apa itu bahan makanan atau tidak).
3. Lobus Pyriform dan Amygdaloid : peranannya mempengaruhi pusat lapar dan pusat kenyang untuk mengubah selera makan (konsumsi).
4. Bagian Dorsel Hypothalamus : merupakan pusat mengaturan selera makan secara Thermostatik.
5. Bagian Lateral Hypothalamus : Berperan sebagai pusat lapar (Hunger Centre).
6. Bagian Ventro-Medial Hypothalamus : Berperan sebagai pusat kenyang (Satiety Centre).
7. Reflek makan (Feeding Reflexes) : Berperan untuk membantu konsumsi makanan melalui kerja panca indra.
Melihat tipe perangsangnya reflek makanan ini terdiri dari : Visual, olfaktoris (penciuman), gustatoris (citra rasa), Auditoris (pendengaran), tactile (sentuhan), dan En Tero Ceptive (melalui Receptor dalam alat pencernaan).
Konsumsi makanan mungkin sekali disaring oleh ternak melalui tiga tingkatan, yakni :
1. Panca indera
2. Alat pencernaan
3. Chemostatic dan thermostatic (setelah diserap dan dimetabolisasikan).
Bahan-bahan makanan yang berbahaya bagi kesehatan atau bernilai gizi rendah mungkin sekali akan ditolak (tidak dimakan oleh ternak), juga bila bau dan rasa makanan yang tidak disukai tidak akan dimakan oleh ternak.Kontrol konsumsi pada ternak ruminasia pada umumnya dilakukan secara Distention (distensi) dan chemostatik.Distention ; kontrol distention ini bekerja karena adanya desakan atau tekanan yang diterima oleh dinding rumen, karena adanya makanan (ingesta) dalam rumen atau karena penuhnya rumen (bulk) akibatnya ternak akan berhenti makanan.
Kontrol ini bekerja bila ternak banyak mendapat makanan yang berkualitas rendah yaitu makanan hijauan dan jerami.Akibat banyak memakan makanan yang berkualitas rendah ini maka saliva (air ludah) akan banyak diproduksi dan juga ternak akan banya membutuhkan air minum, sehingga makanan yang dimakan akan sedikit, disamping itu produksi gas (CO2 + CH4) tinggi ditambah dengan adanya bahan kering (bolus) dan cairan dalam rumen maka volume rumen akan cepat jadi penuh, sehingga terjadilah desakan pada dinding rumen (rumen jadi mengembang), akibatnya hewan akan berhenti makan, tapi kebutuhan energi bagi ternak tersebut belum terpenuhi (belum mencukupi). Kontrol ChemostatikKontrol ini ditentukan oleh jumlah produk fermentatif (VFA) dalam rumen dan jumlah glukosa dalam darah.Umumnya kontrol ini bekerja bila ternak banyak mendapat makanan yang berkualitas tinggi yakni makanan konsentrat.
Dengan memakan makanan yang berkualitas tinggi (konsentrat) maka kebutuhan ternak akancepat terpenuhi energi dan bahan kering, akibatnya ternak akan berhenti makan.
Faktor lain yang mempengaruhi kebiasaan makan adalah :
1. Waktu : bila waktu terbatas maka ternak akan sedikit mendapat makanan dan banyak ruminasi.
2. Bentuk fisik makanan : bila makanan kasar maka ternak akan banyak ruminansi.
3. Frekuensi pemberian makanan : pemberian makanan yang lebih sering adalah lebih baik karena akan lebih banyak mastikasi (penggunaan) dan waktu untuk ruminansi akan berkurang.
ENSALIVATION
Dalam mulut ternak ruminansia terdapat kelenjar-kelenjar air liur (saliva) keluarnya saliva ini karena stimulir dari pakan yaitu karena adanya gerakan mastikasi (mastication).
makasih infonya,,,,,, tugas lancar...
BalasHapus